Thursday, May 7, 2015

Ketika Belajar di Sekolah Tak Lagi Pakai Buku

Tags


Sejak dulu yang namanya sekolah pasti familiar dengan yang namanya buku. Namun di era teknologi saat ini fungsi buku sudah mulai terganti, banyak sekolah yang mulai mengandalkan gadget sebagai wadah edukasinya.Hal tersebut dimungkinkan karena sudah mulai populernya penggunaan electronic book atau yang kerap disingkat e-book. Tapi sebenarnya fungsi e-book dan buku fisik sama saja, hanya saja pelajar tak perlu lagi direpotkan dengan jumlah buku yang harus dibawa yang biasanya lumayan banyak dan berat.

Karena lewat e-book, siswa bisa membacanya lewat perangkat tablet, notebook, atau ponsel sekalipun. Selain itu penggunaan e-book juga bisa sangat membantu bagi guru.Misalnya seperti yang dilakukan Bristish School Jakarta (BSJ), sekolah yang berlokasi di selatan Jakarta ini membekali tiap kelasnya dengan Apple TV. Tentu perangkat bikinan Apple ini bukannya dipakai untuk menonton tayangan TV digital berbasis internet, melainkan digunakan oleh staf pengajar BSJ untuk membantu proses belajar-mengajar.

Jadi layar besar yang outputnya dari perangkat Apple TV akan menayangkan materi pembelajaran ke para siswa di kelas. Dan menariknya, para siswa juga tak perlu terus terfokus pada guru yang menerangkan di depan, karena juga bisa melihat isi materi pembelajaran dari perangkat yang dibawanya masing-masing.

“Para staf pengajar sangat terbantu dengan implementasi teknologi di sekolah kami. Selain bikin proses belajar-mengajar semakin dinamis, para siswa juga jadi lebih mudah mengikuti proses pembelajaran. Ini sangat membantu sekali,” ujar Paul Martindale, IT Manager BSJ saat berbincang dengan beberapa media di restoran Table8, Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Itu hanya contoh sederhana implementasi teknologi di lingkungan sekolah, karena di tingkat yang lebih lanjut perannya lebih signifikan lagi. Misalnya ketika guru memberikan kuis pada para siswanya, staf pengajar juga tak perlu repot-repot lagi membagikan kertas ulangan. Seluruh soal maupun lembar jawaban bisa diakses secara online dari masing-masing perangkat yang dimiliki siswa.
Dengan cara ini kesalahan koreksi bisa diminimalisir, karena seharusnya secara otomatis sistem akan bisa mengenali jawaban yang benar ataupun salah. Yang mana hasil ulangan tiap-tiap siswa akan bisa langsung ter-update ke database nilai tiap-tiap siswa yang tersimpan di server pihak sekolah.

Alhasil, staf sekolah juga tak perlu repot-repot menyortir tiap-tiap hasil ulangan siswa dan menginput nilainya secara manual, seperti yang masih banyak dilakukan saat ini.

Mengatur Akses WiFi Siswa

Namun untuk mendukung kegiatan berbasis teknologi ini di belakangnya juga dibutuhkan sistem infrastruktur yang mumpuni. BSJ dalam hal ini menggandeng Aruba Networks yang merupakan salah satu penyedia solusi akses jaringan.

Mengandalkan solusi akses jaringan menggunakan WiFi yang dipercayakan kepada Aruba Network, pihak sekolah jadi bisa mengelola tiap-tiap sambungan dari tiap murid. Tentu yang namanya sekolah pasti jumlah siswanya mencapai ribuan orang, BSJ sendiri punya siswa yang jumlahnya mencapai 1.460 orang.

Untuk mengatur agar sambungan data tetap stabil saat diakses bersamaan, Aruba membekali jaringan WiFi BSJ dengan solusinya yang bernama ClearPass Access Management System. Solusi ini memungkinkan pihak sekolah untuk mengatur tiap-tiap sambungan data para siswanya sesuai peruntukannya.

Jadi siswa yang terhubung di satu kelas dengan materi tertentu tak akan tercampur dengan kelas lainnya yang tentu mengajarkan materi berbeda. Dengan begitu jaringan tak akan terbebani dengan jumlah pengguna yang terlalu banyak
Selain itu solusi tersebut juga bisa membatasi konektivitas siswa ke dunia luar alias internet, yang bisa mengganggu konsentrasi ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Bila siswa mengakali dengan menggunakan jaringan seluler untuk mengakses internet tentu yang ada siswa tersebut bakal ketinggalan pelajaran.

“Tapi kami tidak benar-benar memblokir sambungan internet, hanya membatasi kecepatannya di jam-jam tertentu. Kalau sudah lewat jam pembelajaran kecepatannya dikembalikan ke kecepatan normal, misalnya saat jam ekstrakulikuler. Ini dilakukan agar para siswa tetap fokus pada proses belajar-mengajar,” imbuh Paul.

Berbanding Terbalik

Ironisnya, implementasi teknologi yang dilakukan oleh BSJ atau sejumlah sekolah di kota-kota besar seperti Jakarta justru berbanding terbalik dengan yang terjadi di daerah. Jangankan merasakan kemudahan teknologi, untuk mencapai sekolah saja terkadang para siswa harus melalui perjalanan yang tak mudah. Kasus terakhir terjadi di daerah Banten, yang mana ada sejumlah siswa sekolah yang harus menempuh risiko berbahaya meniti jembatan rusak untuk sampai ke sekolah.

Di sisi lain, banyak anak-anak usia sekolah yang bisa dibilang kurang mampu memanfaatkan kelebihan teknologi karena justru kerap menggunakan perangkat mobile miliknya untuk sebatas mesin game atau mengakses media sosial. Tapi anak-anak tersebut memang tak bisa disalahkan sepenuhnya, pihak sekolah dan orang tua juga punya andil besar soal pemanfaatan teknologi mobile yang benar.

Berkaca dari BSJ sudah waktunya pihak sekolah mengenalkan pemanfaatan teknologi secara benar, yakni untuk tujuan pembelajaran. Dengan begitu penggunaan ponsel di kalangan pelajar tak akan lagi sebatas cuma mesin game atau mengakses media sosial.

Pemerintah pun tak bisa berdiam diri soal pemanfaatan teknologi di lingkungan sekolah. Per tahun ini, Kementerian Pendidikan Nasional sudah mulai mengimpelentasikan ujian nasional secara online, meski masih terbatas di beberapa wilayah. Dengan begitu proses koreksi hasil jawaban bisa lebih cepat dilakukan dan juga lebih update. Pemanfaatan teknologi juga bisa memangkas distribusi hasil jawaban yang memakan waktu cukup lama.

Mungkin saat ini BSJ menjadi salah satu dari sebagian kecil sekolah yang telah secara penuh memanfaatkan teknologi di lingkungan sekolah. Namun melihat usaha pemerintah tersebut dan perkembangan teknologi saat ini sepertinya implementasi IT di lingkungan sekolah secara bertahap akan meluas ke wilayah-wilayah lainnya. Tergantung kebijakan pemerintahan serta kemauan dari sekolah.

Sumber : detikInet

Artikel Terkait